Tuesday, August 11, 2009

Penampilan Umum Anoa (Bubalus sp.)

Menurut Groves (1969), di Sulawesi terdapat dua jenis anoa, yaitu anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan anoa gunung (Bubalus quarlesi). Anoa memiliki warna bulu coklat kemerahan hingga hitam. Seekor anoa dapat mencapai umur sekitar 20-25 tahun. Periode bunting adalah 276 - 315 hari dan biasanya melahirkan satu anak. Menurut Grzimek (1975) panjang kepala dan badan anoa berkisar 1600-1720 mm, panjang ekor 180-310 mm, tinggi bahu 690-1060 mm, berat badan berkisar 150-300 kg. Berat badan anoa ini dianggap dan dibuktikan terlalu berlebihan oleh beberapa peneliti (Mustari, 1996; Mustari, 2002; Kasim, 2002) karena berdasarkan penimbangan 12 ekor anoa yang ditangkap oleh peneliti-peneliti tersebut tidak satu pun yang memiliki berat badan lebih dari 110 kg untuk anoa dataran rendah dan 100 kg untuk anoa dataran tinggi. Perbedaan ini dimungkinkan karena pada kurun waktu yang berbeda maka ketersediaan pakan anoa pun berbeda baik dalam kualitas maupun kuantitasnya.

Sampai akhir abad ke-19, anoa dapat dijumpai hampir di seluruh daratan pulau Sulawesi. Berdasarkan data dari IUCN (2001) sejak tahun 1979, secara pasti jumlah anoa kian merosot bahkan di beberapa wilayah yang dekat dengan desa/kampung, keberadaannya telah menghilang sama sekali. Anoa saat ini hanya dapat ditemukan di dalam hutan primer di wilayah Taman-taman Nasional di pulau Sulawesi. Belum ditemukannya pemahaman yang sempurna untuk upaya budidayanya menyebabkan perkembangbiakan anoa menjadi terhambat.

Hasil pengamatan Mustari (1996) melaporkan bahwa anoa aktif di pagi dan sore menjelang malam hari. Periode waktu di antaranya digunakan untuk beristirahat dan beruminasi di dalam hutan. Whitten et al. (1987) melaporkan bahwa anoa tidak pernah berada di wilayah yang sama dengan rusa maupun babi hutan. Hal ini diduga karena kebiasaan anoa sebagai “browser” dan rusa sebagai “grasser”. Meskipun demikian karena habitat yang semakin sempit, Mustari (1996) menemukan bahwa anoa dan rusa hidup berdampingan di SM Tanjung Amolengu pada area seluas 5 km2.

FEEDING BEHAVIOUR AND PREFERABLE FEED OF ANOA (Bubalus sp) IN THE EX SITU CONSERVATION

RI. Pujaningsih1, IG. Permana2, A. Purnomoadi1, W. Nurwidyarini2,
1) Faculty of Animal Agriculture, Diponegoro University
2) Faculty of Animal Husbandry, Bogor Agriculture Institut

ABSTRACT

Anoa (Bubalus sp.) is fully protected under Indonesian law, although the enforcement is difficult. The major threats to the survival of this species are hunting (mainly for meat), introduced pathogens and/or parasites, and the loss of suitable habitat to agricultural areas, with recent reports indicating that hunting is by far the most serious. In response to the threat, an effort of conservation and protection is needed to be done. This paper gives the result of feeding behaviour and preferable feed of anoa in ex situ area of Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. The method were used in this experiment are direct observation, cafeteria feeding system and digestibility analyzes by using lignin as the indicator. Descriptive data are used to evaluate the result. Elephant grasses, sweet potatoes, bananas, corns, beans, tomatoes, cucumbers and carrots were cafeteria given to the anoa (ad libitum). Observation was directly managed to get the picture of feeding behaviour such as eating, drinking, wallowing, urinating, defecating, resting and ruminating. The result shows that feed consumption on dry matter basis is 907 g/head/day. The average of nutrient consumption of ash, crude protein, ether extract, crude fiber, N-free extractives is 89, 107, 15, 178 and 518 g/head/day, respectively. The value of digestibility is 78,0 ± 2,85 %. Anoa prefers to consume elephant grasses, bananas and sweet potatoes. Anoa achieves eating and drinking (49%), wallowing, urinating and defecating (4%), resting and ruminating (29%) and other activities (18%) daily on the captivity cage. Refer to the result, it can be assumed that anoa will choose their feed according to their nutrient requirements. Moreover, their feeding behaviour can be well adapted in the ex situ area compare to their in situ area.

Key words : Anoa (Bubalus sp), preferable feed, feeding behaviour

Anoa


Anoa... satwa cantik ini sangat memprihatinkan populasinya...
Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan eksistensinya masih belum terlihat nyata, birokrasi yang "harus" ditempuh sangat mempersulit upaya konservasinya...

Tidak bisa disalahkan secara mutlak bahwa birokrasi ini jadi sangat menghambat jalannya upaya konservasi, karena seringkali kemudahan birokrasi justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk menangguk keuntungan pribadi... Alangkah indahnya dunia jika mahkluk hidup penghuninya bisa saling berinteraksi dengan sehat...
Anoa... satwa yang diidentikkan sebagai satwa liar, sebetulnya sangat.. sangat manja... tentu saja "manja" di sini dari sudut pandang si anoa... kesukaannya untuk bercanda dengan cara menggesek-gesekkan kepalanya bisa jadi berbahaya untuk manusia, karena ujung tanduk yang runcing itu cukup berbahaya juga jika beradu dengan daging manusia... Tetapi maksudnya adalah bercanda...
Meskipun demikian ada juga saat anoa sedang "bad mood" ... terutama bagi anoa jantan yang sedang birahi... waow... !! Tidak usah anoa-lah... "pejantan" dari jenis mahkluk hidup lain (termasuk manusia pun..) akan menjadi tidak ramah pada kondisi birahinya tidak bisa disalurkan pada waktunya... So, diperlukan saling pengertian untuk memahami watak satu sama lain...

Wednesday, August 05, 2009

Preferensi Pakan Anoa di Ex Situ Area

Setelah melalui beberapa tahap penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa dari sekian banyak pakan alternatif yang diberikan, anoa di lokasi penangkarannya di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta lebih menyukai ubi, pisang, jagung dan rumput gajah. Alternatif pakan yang diberikan dipilih dari jenis-jenis bahan pakan yang memenuhi kriteria : (1) disukai oleh satwa, (2) dapat disediakan secara kontinyu, (3) tidak beracun, (4) murah harganya dan (5) tidak bersaing dengan manusia. Karena kalau boleh memilih tanpa pertimbangan efisiensi maupun kontinyuitas ketersediaan maka anoa akan lebih menyukai daun nangka dan daun beringin. Tetapi karena tujuan akhir penelitian ini nantinya penerapan secara general di lokasi penangkaran anoa, maka kedua macam daun tersebut tidak termasuk di dalam alternatif pakan yang diberikan. Dengan pertimbangan bahwa tidak setiap lokasi penangkaran anoa mampu menyediakan daun nangka maupun daun beringin secara kontinyu dan dalam jumlah yang cukup.

Perilaku makan anoa berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa satwa ini lebih menyukai ubi dibandingkan jagung yang disajikan beserta "janggel" (tongkol) dan kulitnya, pisang beserta kulitnya, maupun rumput gajah. Diduga kecenderungan untuk mengkonsumsi ubi lebih dulu didukung akan nutrient requirement yang memerlukan pasokan energi. Selanjutnya rumput merupakan pakan alternatif kedua yang dikonsumsi anoa setelah "puas" menikmati ubi. Diselingi dengan jagung dan pisang pada proporsi kesukaan yang sama.

Perilaku makan anoa juga menunjukkan adanya kemampuan untuk memilih pakan yang disukai. Kecenderungan ini terlihat manakala keempat jenis bahan pakan tersebut disajikan setelah dicampur terlebih dahulu. Anoa mengaduk-aduk mixed feed nya untuk mencari ubi dan jagung. Akibatnya rumput dan kulit jagung berceceran ke sekitar tempat pakan. Dan pakan yang berceceran ini tidak menimbulkan minat si anoa untuk mengkonsumsi kembali. ... nakal tenan

Pada saat cuaca panas, jagung menempati urutan kedua sebagai pakan kesukaan setelah ubi. Bisa dimengerti karena jagung segar yang diberikan memiliki kandungan air yang diperlukan oleh satwa tersebut. Jika kondisi pakan kering, dengan sendirinya frekuensi minum meningkat. Sayangnya konsumsi air minum sulit diamati, karena pada saat berkubang pun anoa melakukan aktivitas minum.... sekalian urinasi...campur defekasi... hayaaahh... jorok abizzz...

Notes