Sunday, May 23, 2010

The reticulo rumen
The reticulorumen is composed of the rumen and the reticulum. The reticulorumen is partially separated from the rumen by the reticular fold, which allows mixing between the two compartments. The contents of the reticulorumen are mixed by contractions of the reticulorumen wall. The mixing recirculates undigested material preventing the rumen becoming clogged and distributing symbiotic bacteria throughout the ingested material. The reticulorumen becomes colonized by symbiotic bacteria in the first week after birth. The bacteria help to break down the food and release nutrients by a fermentation

The omasum
When food has been broken down enough, it passes from the reticulorumen through the reticulo-omasal orifice. The omasum wall is highly folded, giving a large surface area which allows for the efficient absorption of water and salts released from the partially digested food. The omasum also acts as a type of pump, moving the food from the reticulorumen to the true stomach, the abomasum, where acid digestion takes place.

The abomasum
Unlike a ruminant's three forestomachs, the abomasum is a 'secretory stomach'. This means that cells in the abomasum wall produce enzymes and hydrochloric acid which hydrolyse proteins in the food and also in the microbes mixed in with the food. Hydrolysis breaks the proteins into smaller sub-units (eg dipeptides and amino acids), ready for further digestion and absorption in the small intestine. Because ruminants eat such large amounts of plant material, there is an almost continuous flow of food through the abomasum. In comparison, activity in the stomach of monogastric animals generally has a circadian rhythm associated with food intake (Djikstra, 2005)

Reticulo - Rumen - Omasum - Abomasum

Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati).Dalam studi fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagai perut buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsi omasum belum terungkap dengan jelas, tetapi pada organ tersebut terjadi penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ ini dilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam lemak terbang(Frances dan Siddon, 1993).

Termasuk organ pencernaan bagian belakang lambung adalah sekum, kolon dan rektum. Pada pencernaan bagian belakang tersebut juga terjadi aktivitas fermentasi. Namun belum banyak informasi yang terungkap tentang peranan fermentasi pada organ tersebut, yang terletak setelah organ penyerapan utama. Proses pencernaan pada ternak ruminansia dapat terjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba rumen dan secara hidrolis oleh enzim-enzim pencernaan.

Pada sistem pencernaan ternak ruminasia terdapat suatu proses yangdisebut memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakan ditahan untuk sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakan yang telah berada dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi),untuk dikunyah kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali(proses redeglutasi). Selanjutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen. Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaian proses tersebut bermanfaat pula untuk pengadukan digesta inokulasi dan penyerapan nutrien. Selain itu kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untuk pergerakan digesta meninggalkan retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice(Tilman et al. 1982).

Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa dan fungi (Czerkawski, 1986). Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangatbermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni pada jaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding sel tanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen.

Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yang digunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya.Kebalikannya protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudah dilihat berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri yang dilaporkan oleh Hungate (1966) adalah : (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati(Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis).

Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichs yang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yang fermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulut umumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989).


http://netfarm.blogsome.com

Wednesday, May 05, 2010

Typical Rainwater Composition

What is a chemical salt recipe for 'typical' rainwater?

Rainwater gets its compositions largely by dissolving particulate materials in the atmosphere (upper troposhere) when droplets of water nucleate on atmospheric particulates, and secondarily by dissolving gasses from the atmosphere. Rainwater compositions vary geographically. In open ocean and coastal areas they have a salt content essentially like that of sea water (same ionic proportions but much more dilute) plus CO2 as bicarbonate anion (acidic pH). Terrestrial rain compositions vary siginificantly from place to place because the regional geology can greatly affect the types of particulates that get added to the atmosphere. Likewise, sources of gaesous acids (SO3, NO2) and bases (NH3) vary as a function of biome factors and anthopogenic land use practices. Each of these gasses can be added in varying proportions from natural and non natural input sources (non-natural sources of SO3 and NO2 far outweigh natural ones). Particulate load to the atmosphere can also be greatly affected by human activities. Finally, local climate (especially the amount of precipitation in one area compared to another) will affect the solute concentrations in terrestrial rainwaters. The result is highly variable compositions, so there isn't one simple formula.

Dr. Kenneth Rubin, Associate Professor
Department of Geology and Geophysics
University of Hawaii, Honolulu HI 96822


Thursday, April 29, 2010

PP No. 8 Tahun 1999

Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999
Tentang : Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar

Pasal 11

(1)
Hasil penangkaran satwa liar yang dilindungi yang dapat digunakan
untuk keperluan perdagangan adalah satwa liar generasi kedua dan
generasi berikutnya.

(2)
Generasi kedua dan generasi berikutnya dari hasil penangkaran jenis
satwa liar yang dilindungi, dinyatakan sebagai jenis satwa liar yang
tidak dilindungi.

Thursday, April 08, 2010

UUno 5 tahun 1990

UU No. 5 tahun 1990
Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

2. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

3. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal
balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun nonhayati yang
saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi.

4. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang
hidup di darat maupun di air.

5. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di
darat dan/atau di air, dan/atau di udara.

6. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan/atau
dipelihara, yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.

7. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air, dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.

8. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami.

9. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik
di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan.

10. Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya
atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami.

11. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri
khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang
untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap
habitatnya.

12. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli,
ekosistem unik, dan/atau ekosistem yang telah mengalami degradasi
yang keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi
kepentingan penelitian dan pendidikan.

13. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu,
baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.

14. Taman national adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

15. Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli
dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,
pariwisata, dan rekreasi.

16. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

Pasal 2

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan
pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dalam
ekosistemnya secara serasi dan seimbang.

Pasal 3

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan
mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta
keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Pasal 4

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung
jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.

Pasal 5

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui
kegiatan :
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya;
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alami hayati dan
ekosistemnya.

UU no 18 tahun 2009

UU RI No. 18 tahun 2009
Tentang : Peternakan dan Kesehatan hewan


Bab 1 Pasal 1

6. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di
darat, air, dan/atau udara yang masih
mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas
maupun yang dipelihara oleh manusia.

Bab 3 Pasal 8

(3) Sumber daya genetik dikelola melalui kegiatan
pemanfaatan dan pelestarian.
(4) Pemanfaatan sumber daya genetik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui
pembudidayaan dan pemuliaan.
(5) Pelestarian sumber daya genetik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui
konservasi di dalam habitatnya dan/atau di luar
habitatnya serta upaya lainnya.

Bab 3 Pasal 27

(1) Budi daya merupakan usaha untuk menghasilkan
hewan peliharaan dan produk hewan.
(2) Pengembangan budi daya dapat dilakukan dalam
suatu kawasan budi daya sesuai dengan ketentuan
tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(3) Penetapan suatu kawasan budi daya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur berdasarkan
Peraturan Menteri dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan di bidang
penataan ruang.
(4) Pelaksanaan budi daya dengan memanfaatkan
satwa liar dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya.

Pasal 28
(1) Pemerintah menetapkan hewan hasil budi daya
yang memanfaatkan satwa liar sebagai ternak
sepanjang populasinya telah mengalami kestabilan
genetik tanpa bergantung lagi pada populasi jenis
tersebut di habitat alam.
(2) Satwa liar baik dari habitat alam maupun hasil
penangkaran dapat dimanfaatkan di dalam budi
daya untuk menghasilkan hewan peliharaan
sepanjang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang konservasi satwa
liar.
(3) Satwa liar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak termasuk satwa liar yang seluruh
dan/atau sebagian daur hidupnya berada di air.

Notes