Monday, January 19, 2009

Taman Margasatwa Ragunan Jakarta

Biasanya untuk rekreasi orang-orang pergi ke Taman Safari Indonesia, Bogor, yang memang lebih populer, tapi harga tiket masuknya cukup mahal, dan lokasinya yang jauh menyulitkan untuk yang tidak memiliki mobil pribadi. Taman Margasatwa Ragunan tempatnya lebih dekat, harga tiket masuk lebih murah dan tidak kalah menarik. Doeloe kala... kesan umum terhadap Bonbin Ragunan Jakarta adalah kumuh dan jorok..., tetapi sekarang Bonbin Ragunan sudah bukan sekedar Kebon Binatang lagi, melainkan pusat rekreasi sekaligus konservasi..
Kebon binatang ini terletak di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dan cukup banyak dilalui oleh kendaraan umum, sehingga mudah dicapai. Di dalamnya terdapat banyak koleksi binatang, udaranya pun cukup sejuk dan teduh karena dikelilingi oleh pepohonan yang rindang. Tempat sampah serta toilet umum sangat mudah dijumpai sehingga tidak alasan bagi pengunjung untuk buang sampah atau "curhat" (= mencurahkan hajat) sembarangan.

Bagi yang tidak kuat jalan jauh, bisa naik kereta-kereta apian yang routenya mengelilingi lokasi. Dari atas kereta api setidaknya bisa memperkirakan dimana kandang satwa yang ingin dituju. Karena kadang papan penunjuk lokasi kandang kurang tepat menunjukkan arahnya, sehingga jika yang waktu SD tidak ikut pramuka bisa tersesat dan muter-muter di sekitar kandang komodo :-(
Yang perlu diwaspadai adalah harga makanan yang dijajakan di lokasi Taman Margasatwa. Berdasarkan hasil 'survey' anak saya, semakin masuk ke lokasi maka harga soft drink semakin 'tidak berperikemanusiaan'.. Jadi buat yang ingin hemat, sebaiknya bekal minum sendiri. Juga buat yang "lidahnya rusak", karena ga bisa menerima makanan yang bumbunya a la kadarnya (ga etis mau bilang makanan yang dijual rasanya ke kiri dan ke kanan...), lebih asyiik jika bekal makanan sendiri dari rumah, sehingga kalau lapar tinggal cari tempat teduh dan buka bekal piknik dan dinikmati sambil mendengarkan suara si amang atau burung2 di kejauhan...
Sampah bisa langsung dibuang di tempat yang disediakan...naa...badan seger, energi balik, ransel ringan...jalaann lagee......

Lokasi Taman Margasatwa Ragunan ini cukup luas... Perlu waktu 2 -3 hari untuk 'menguasai' satwa-satwa disini... (Tarzan kalee.........). Lokasi yang luas ini memungkinkan pihak pengelola untuk membuat kandangnya mirip dengan habitat asli si satwa. Jadi sudah tidak menggunakan pola kandang individual alias kerangkeng lagi...

Salah satu lokasi yang ditawarkan pengelola Taman Margasatwa Ragunan ini adalah Primata Centre yang pembangunannya disponsori oleh pemerintah Jerman. Berbagai jenis primata ada disitu, termasuk juga gorila yang dibuatkan kandang mirip di habitatnya. Pengunjung dapat dengan aman menyaksikan perilaku gorila dan primata yang lainnya tanpa si satwa merasa terganggu.

Silhouette gorila terbesar di primata centre yang diletakkan di tengah2 lokasi supaya pengunjung bisa membandingkan seberapa besar ukuran satwa ciptaan Tuhan yang mulai langka keberadaannya di Afrika sana dengan ukuran tubuhnya sendiri...

Friday, January 16, 2009

Social Behaviour of Anoa

Di daerah Sulawesi Tengah, populasi anoa menurun, karena habitat anoa mulai terdesak, banyak anoa yang terperangkap oleh jerat, dan dipotong sebagai hewan penghasil (sumber) daging oleh masyarakat di daerah-daerah pedesaan (Kasim, 1998). Penamaan anoa (Bubalus sp.) di Sulawesi, bergantung pada daerahnya, seperti pada pemberian nama anoa di bagian Utara Sulawesi (Gorontalo) disebut anuang, bandago tutu dan ada pula menyebut bulututu. Di Sulawesi Tengah, nama lain anoa bakulu (untuk orang Bugis), baulu (untuk orang Dampelas), sementara orang Kaili menyebutnya dengan nama nua, dan orang Kulawi menyebutnya dengan lupu dan di daerah Buol menyebut bukuyu.

Setiap spesies satwa liar mempunyai berbagai pola perilaku yang bervariasi dalam merespon lingkungan. Menurut Alikodra (1990) bahwa satwa liar melakukan kegiatan-kegiatan agresif, melakukan persaingan dan bekerja sama untuk mendapatkan makanan, perlindungan, pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya.

Perilaku adalah aksi fase tanggapan antara organisme dan lingkungan. Aksi ini merupakan kegiatan yang diarahkan dari luar dan tidak banyak perubahan di dalam tubuh secara tetap yang terjadi pada makhluk hidup. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar dan reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus tersebut, saraf diperlukan untuk mengkoordinasikan respon dan efektor yang melaksanakan aksi (Kimbal, 1992 dalam Kasim, 2002).

Anoa hidup soliter, berpasangan pada musim kawin, atau hidup dalam kelompok-kelompok kecil (Mustari, 1995). Menurut Kasim (2002) anoa mempunyai naluri untuk berkelompok dan berpasangan, namun jarang berkelompok dalam jumlah besar. Anoa yang soliter juga punya kemauan untuk berkelompok, karena anoa yang soliter tersebut adalah anoa yang tersisihkan dari kelompoknya. Berdasarkan personal communication (2006) dari penduduk di wilayah Taman Nasional Lore Lindu, pernah ditemukan kawanan anoa dalam jumlah lebih dari 20 ekor di sekitar kubangan di daerah Rano Bake.

Sifat soliter pada anoa tidak berarti ganas, tetapi anoa tersebut adalah anoa yang kalah di dalam perebutan atau persaingan dalam memperebutkan betina (betina estrus). Perkelahian antara jantan dengan jantan atau persaingan dalam memperoleh makanan, dan perkelahian ini bisa terjadi antara jantan dengan jantan, antara betina dengan betina, bahkan antara jantan dengan betina (pasangannya). Tetapi pada kasus perebutan makanan, utamanya antara betina dengan betina tidak terjadi soliter, demikian pula pada anoa yang berpasangan, karena pada saat tertentu di tempat-tempat peristirahatannya, tampaknya saling akur kembali dan bersahabat (Kasim, 2002).

Anoa di alam habitatnya telah diberikan naluri untuk bisa hidup dan mempertahankan dirinya dari berbagai predator atau pemangsa atau menjadi musuhnya, sehingga setiap ada sesuatu yang aneh baginya, anoa akan pasti menantangnya atau melawannya. Sifat ganas pada anoa jantan, terutama ketika di dalam kelompoknya (pasangannya) sedang berahi atau ada betina lain yang berahi, dan lawannya adalah semua anoa jantan yang mulai masuk dewasa kelamin. Sifat ganas ini juga terjadi ketika memperoleh atau memperebutkan makanan, baik di dalam kelompok anoa, maupun terjadi di antara spesies. Seperti di Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua Bogor, anoa yang dilepas bebas, banyak membunuh kijang atau rusa yang juga dilepas bebas (Kasim, 2002).

supported by Wahyu Nurwidiarini

Sunday, January 11, 2009

Khasiat Tanduk Anoa

Selain dimakan dagingnya, tanduk anoa dipercaya memiliki khasiat tertentu. Biasanya tanduk diambil bersama dengan tengkoraknya. Kemudian agar tidak busuk, tengkorak bersama tanduk diawetkan dengan cara diberi garam lalu disimpan di atas tungku api selama beberapa minggu.
Tanduk yang telah mengering kemudian banyak dipakai sebagai obat. Salah satunya bernama minyak soko. Nama soko sebenarnya berarti anoa juga, namun dalam bahasa Bugis.
Minyak soko didapat dari rendaman tanduk anoa kering dengan minyak kelapa. Setelah direndam selama berhari-hari, akan didapat cairan berwarna coklat kehitaman. Cairan ini yang kemudian digunakan sebagai obat gosok bila keseleo atau luka.
Selain direndam dengan air kelapa, tanduk anoa juga dijadikan obat dengan mengerik lapisan luar tanduk. Hasil kerikan nantinya dicampurkan dengan air minum. Air minum campuran itu bisa menyembuhkan anak yang terkena sakit perut. Serbuk kerikan tanduk juga bisa mengobati ternak yang sakit dengan cara mencampurkan serbuk kerikan dalam air minum ternak itu juga. Selain berbagai kegunaan tersebut, tanduk anoa juga biasa digunakan para petani untuk menghindari serangan hama.

Namun patut diingat anoa adalah satwa langka yang dilindungi.



http://ludi1972.wordpress.com/category/obat-alternatif/

Iklim di Taman Nasional Lore Lindu

Lore Lindu adalah area pusat dari Pulau Sulawesi yang kurang dipengaruhi oleh laut jika dibandingkan dengan kebanyakan bagian-bagian lain dari Pulau Sulawesi. Kawasan konservasi di wilayah Lore Lindu ini mempunyai iklim tropis yang kering dengan curah hujan tahunan 2000 - 3000 mm di bagian utara (Agroklimat Zone E1 menurut Oldeman dan Darmiyati, 1977). Kenaikan 3000-4000 mm di bagian selatan (Agroclimat zone C1) kebanyakan terkonsentrasi pada periode musim barat yang kering dari bulan November sampai April. Sangat jarang lebih dari 1 atau 2 bulan yang memiliki secara komplit bulan-bulan kering dalam setahun selama musim Barat. Hal ini ditandai dengan variasi lokal dalam curah hujan. Kota Palu, contohnya yang hanya berjarak 50 km dari bagian utara taman nasional adalah daerah kering di Indonesia dengan curah hujan 500 mm. Hal ini disebabkan wilayah ini terbentang dalam bayang-bayang hujan dari pegunungan tinggi di Timur dan Barat.

Disitasi dari Ramadhanil (2002) : "Keanekaragaman Hayati Sulawesi: Potensi, Usaha Konservasi dan Permasalahan"

Anoa's Feed Vegetation in Taman Nasional Lore Lindu

Berdasarkan hasil dari analisis kotoran anoa yang ditemukan di Taman Nasional Lore Lindu dapat diidentifikasi jenis-jenis tumbuhan pakan anoa seperti yang tercantum dalam tabel di bawah ini :

(data was supported by Sofian Aryanto, 2008)


Famili

Nama Ilmiah

Nama Daerah

Poaceae/Graminae

Poaceae/Graminae

Cyperaceae

Arecaceae

Pandanaceae

Polypodiaceae

Polypodiaceae

Polypodiaceae

Cyatheaceae

Sellaginellaceae

Moraceae

Rubiaceae

Melastomataceae

Meliaceae

Apocynaceae

Dinochloa barbata

Bambusa sp.

Schleria sp.

Calamus inops

Frecynetia insignis Blume

Histiopteris sp.

Blechnum sp.

Drynaria rigidula (s.w) bedd

Cyathea sp.

Sellaginella caudata

Ficus sp.

Lasianthus clementis Merr

Medinilla myrtiformis Triana

Disoxylum sp.

Beaumontia sp.

Arecaceae

Hypnaceae

Podocarpaceae

Polypodiaceae

Urticaceae

Piperaceae

Myrtaceae

Clusiaceae

Smilaceae

Tak teridentifikasi

Tak teridentifikasi

Tak teridentifikasi

Areca vestiara Giseke

Trichosteleum sp.

Podocarpus Imbricatus

Hymenopteris sp.

Elastostema sp.

Piper sp.

Syzigium accuminatissima

Calophylum soulatri

Smilax leucophylla

Tak teridentifikasi (Unidentified)

Harao Pinang Hutan

Lambori

Tamomo Lumut

Pangkao \

Katatuma

Sirih Hutan

Palohawana

Marantapi

Walangkome Kabubakangkaloka

Binutu

Torongkilo

Notes