Friday, January 16, 2009

Social Behaviour of Anoa

Di daerah Sulawesi Tengah, populasi anoa menurun, karena habitat anoa mulai terdesak, banyak anoa yang terperangkap oleh jerat, dan dipotong sebagai hewan penghasil (sumber) daging oleh masyarakat di daerah-daerah pedesaan (Kasim, 1998). Penamaan anoa (Bubalus sp.) di Sulawesi, bergantung pada daerahnya, seperti pada pemberian nama anoa di bagian Utara Sulawesi (Gorontalo) disebut anuang, bandago tutu dan ada pula menyebut bulututu. Di Sulawesi Tengah, nama lain anoa bakulu (untuk orang Bugis), baulu (untuk orang Dampelas), sementara orang Kaili menyebutnya dengan nama nua, dan orang Kulawi menyebutnya dengan lupu dan di daerah Buol menyebut bukuyu.

Setiap spesies satwa liar mempunyai berbagai pola perilaku yang bervariasi dalam merespon lingkungan. Menurut Alikodra (1990) bahwa satwa liar melakukan kegiatan-kegiatan agresif, melakukan persaingan dan bekerja sama untuk mendapatkan makanan, perlindungan, pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya.

Perilaku adalah aksi fase tanggapan antara organisme dan lingkungan. Aksi ini merupakan kegiatan yang diarahkan dari luar dan tidak banyak perubahan di dalam tubuh secara tetap yang terjadi pada makhluk hidup. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar dan reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus tersebut, saraf diperlukan untuk mengkoordinasikan respon dan efektor yang melaksanakan aksi (Kimbal, 1992 dalam Kasim, 2002).

Anoa hidup soliter, berpasangan pada musim kawin, atau hidup dalam kelompok-kelompok kecil (Mustari, 1995). Menurut Kasim (2002) anoa mempunyai naluri untuk berkelompok dan berpasangan, namun jarang berkelompok dalam jumlah besar. Anoa yang soliter juga punya kemauan untuk berkelompok, karena anoa yang soliter tersebut adalah anoa yang tersisihkan dari kelompoknya. Berdasarkan personal communication (2006) dari penduduk di wilayah Taman Nasional Lore Lindu, pernah ditemukan kawanan anoa dalam jumlah lebih dari 20 ekor di sekitar kubangan di daerah Rano Bake.

Sifat soliter pada anoa tidak berarti ganas, tetapi anoa tersebut adalah anoa yang kalah di dalam perebutan atau persaingan dalam memperebutkan betina (betina estrus). Perkelahian antara jantan dengan jantan atau persaingan dalam memperoleh makanan, dan perkelahian ini bisa terjadi antara jantan dengan jantan, antara betina dengan betina, bahkan antara jantan dengan betina (pasangannya). Tetapi pada kasus perebutan makanan, utamanya antara betina dengan betina tidak terjadi soliter, demikian pula pada anoa yang berpasangan, karena pada saat tertentu di tempat-tempat peristirahatannya, tampaknya saling akur kembali dan bersahabat (Kasim, 2002).

Anoa di alam habitatnya telah diberikan naluri untuk bisa hidup dan mempertahankan dirinya dari berbagai predator atau pemangsa atau menjadi musuhnya, sehingga setiap ada sesuatu yang aneh baginya, anoa akan pasti menantangnya atau melawannya. Sifat ganas pada anoa jantan, terutama ketika di dalam kelompoknya (pasangannya) sedang berahi atau ada betina lain yang berahi, dan lawannya adalah semua anoa jantan yang mulai masuk dewasa kelamin. Sifat ganas ini juga terjadi ketika memperoleh atau memperebutkan makanan, baik di dalam kelompok anoa, maupun terjadi di antara spesies. Seperti di Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua Bogor, anoa yang dilepas bebas, banyak membunuh kijang atau rusa yang juga dilepas bebas (Kasim, 2002).

supported by Wahyu Nurwidiarini

No comments:

Notes