MENJUAL PAHA MENGAIS DOLLAR
Prioritas pengembangan ternak konvensional (sapi perah, sapi potong, kambing, domba, ayam dan babi) belum juga dapat berlomba dengan peningkatan kebutuhan protein asal hewani. Banyak hewan di Indonesia yang masih liar dan bila dibudidayakan akan menjadi ternak yang cukup potensial sebagai sumber daging bagi pemenuhan makanan yang bergizi tinggi untuk manusia. Salah satu di antara hewan tersebut adalah kodok. Kandungan protein daging paha kodok (16.4 g/100 g) cukup setara jika dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Disamping itu komposisi mineral dan vitamin yang terdapat pada daging paha kodok pun tidak mengecewakan. Kondisi ini menempatkan kodok sebagai salah satu alternatif sumber protein hewani yang potensial.
Untuk dapat memenuhi tuntutan ekspor dan mengais devisa dari komoditi paha kodok maka kualitas produk harus diperbaiki. Katak Lembu (Rana catesbeiana) atau sering juga dikenal sebagai Bullfrog merupakan satwa yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena budidayanya tidak membutuhkan lahan yang luas serta mempunyai peluang ekspor yang sangat menggembirakan. Sementara itu, budidaya katak lembu yang sudah dilakukan di Indonesia pelakunya masih sangat terbatas dan sering mengalami pasang surut karena berbagai kendala.
Sejak pertengahan tahun 1997, hampir semua sektor usaha peternakan mengalami krisis, termasuk juga budidaya katak lembu. Keadaan ini menyebabkan peluang ekspor guna mendatangkan devisa dirasakan sangat merugikan. Padahal Indonesia pernah menempati urutan ke-2 dalam pemenuhan pasar ekspor paha katak ke negara-negara MEE (tahun 1979). Pasar ekspor juga tertuju ke negara-negara Amerika, Hongkong, Singapura dan Jepang. Di samping itu, peluang pasar dalam negeri pun sangat tinggi untuk disajikan sebagai masakan khas Indonesia yang bergizi tinggi mulai dari swikee, goreng tepung, pepes sampai dengan diolah menjadi kerupuk kulit.
Agar peluang tersebut dapat diraih kembali, maka diperlukan upaya-upaya untuk menggairahkan kembali budidaya katak lembu di Indonesia. Produksi paha katak secara relatif masih belum mampu memenuhi permintaan untuk pasar domestik maupun ekspor. Pasokan katak batu dan katak hijau hasil tangkapan alam semakin menyusut. Tak ada pilihan bagi eksportir kecuali mengembangkan bullfrog atau katak lembu. Hal ini membuka peluang pengembangan jenis usaha baru bagi para pemuda putus sekolah atau para pencari kerja.
Survey pasar menunjukkan bahwa permintaan akan katak lembu cukup tinggi baik untuk pasar lokal (terutama di daerah Jawa Timur) maupun ekspor. Permintaan ekspor kodok hidup banyak datang dari Singapura. Berdasarkan informasi yang diterima dari para eksportir, jumlahnya bisa mencapai ratusan ton per bulan. Masuk akal bila permintaan Singapura begitu besar. Karena sebagai pasar transit Singapura melakukan re-ekspor ke negara-negara Amerika dan Eropa serta negara Asia lainnya. Akan tetapi pemenuhan kebutuhan tersebut baru sekitar 20% dari total permintaan. Wajar, karena panen kodok setiap 4 bulan sekali sedangkan konsumsinya tiap hari! Untuk memenuhi permintaan akan kodok hidup para eksportir harus pontang-panting mengumpulkan kodok dari para petani kodok yang kebanyakan terpusat di Jawa Timur dan Jawa Barat. Di Jawa Tengah terpusat di daerah Klaten dan Sleman yang pasca gempa ini masih belum tahu bagaimana harus memulai kembali usahanya karena fasilitas yang dimiliki hancur (kolam-kolam pemeliharaan dan pembesaran kodok).
Harga jual di pasar lokal berkisar pada Rp. 14.500 - Rp. 18.000,- per kg katak hidup dengan harga pokok produksi (HPP) sekitar Rp 12.000,00 per kg. HPP ini dapat ditekan jika peternak dapat mengusahakan bibit katak sendiri. Pengadaan pakan juga akan lebih menguntungkan jika dapat dibuat / dipesan secara kolektif, karena untuk sementara waktu ini, pakan khusus katak lembu hanya diproduksi sesuai permintaan. Perhitungan kelayakan usaha pada budidaya kodok lembu disampaikan pada tulisan yang lain.
No comments:
Post a Comment