Lore Lindu adalah salah satu Taman Nasional di Indonesia yang luasnya 229.177,5 ha. Taman ini berlokasi di Propinsi Sulawesi Tengah yang dapat dicapai dengan bus yang jaraknya kira-kira 50 km ke arah tenggara dari kotamadya Palu. Menurut World Wild Foundation dan laporan Yayasan lokal (1983) bahwa pertama diusulkan kawasan ini bernama Lore Kalamanta berdasarkan SK.No.522/Kpts/Um/10/1973 ditambah dengan hutan wisata / hutan lindung, danau Lindu berdasarkan SK.No.46/Kpts/Um/1/1978, akan tetapi nama dan statusnya berganti menjadi Taman Nasional Lore Lindu.
Lore Lindu merupakan daerah pegunungan yang diselingi oleh 3 lembah yaitu Lembah Besoa, lembah Bada dan lembah Palolo-Sopu. Pada bagian utara terdapat puncak gunung tertinggi yaitu Rorekatimbu (2.610 m dpl) dan Gunung Nokilalaki (2.355 m dpl). Kawasan ini terbentang secara melebar dari ketinggian 200 m (dekat Irigasi Gumbasa/ Pakuli) hingga 2.610 m ( G. Rorekatimbu).
TNLL terletak di dua wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Poso dan Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Di Kabupaten Poso, TNLL merupakan bagian dari Kecamatan Lore Utara dan Kecamatan Lore Selatan. Sedangkan di Kabupaten Donggala, TNLL merupakan bagian dari tiga (3) kecamatan yaitu Kecamatan Kulawi, Kecamatan Biromaru dan Kecamatan Palolo. Terdapat enam puluh tujuh (67) desa yang berhubungan langsung dengan TNLL. TNLL terletak diantara 1°8’ sampai dengan 1°30’ Lintang Selatan (LS) dan 119°58’ sampai dengan 120°16’ Bujur Timur (BT).
TNLL memiliki dua tipe vegetasi, yakni hutan hujan dataran rendah (200-1000 meter di atas permukaan laut) dan hutan hujan pegunungan (1000-2500 meter di atas permukaan laut). Ciri utama vegetasi yang terdapat dalam TNLL terdapat pada vegetasi penutup yang didominasi berbagai jenis rotan (Calamus, sp). Hingga saat ini lebih dari 20 jenis telah dikenal, dan beberapa diantaranya mungkin penting secara ekologis sebagai jenis khas dari tipe vegetasi tertentu atau sebagai indikator dari habitat yang spesifik. Sampai taraf tertentu ini juga berlaku bagi pinanga serta berbagai jenis tumbuhan semak dan paku-pakuan. Walaupun masih memerlukan penyelidikan yang lebih dalam, sementara ini tipe vegetasi utama di Taman Nasional ini dapat dikatakan memiliki penyebaran menurut ketinggian.
Pohon yang terdapat pada kedua zona memiliki tajuk yang tinggi dan berukuran sama. Tinggi pohon mencapai ukuran 30-40 meter dengan diameter 70-80 cm. Struktur vegetasinya pun mirip satu sama lain, serta sering kali tidak memilki batas-batas yang agak jelas pada ketinggian 1.000 m. Disini epifit dan lumut menjadi lebih lazim dijumpai dan jenis-jenis tumbuhan pegunungan secara bertahap menggantikan jenis tumbuhan dataran rendah, walaupun beberapa jenis tumbuhan dataran rendah masih dapat dijumpai sampai ketinggian 1.500 m. Di dalam tipe hutan hujan pegunungan juga mudah dikenali suatu sub-zona , yaitu hutan hujan pegunungan bawah .
Vegetasi di wilayah hutan hujan dataran rendah
Komposisi flora hutan hujan dataran rendah agak bervariasi ditandai jenis yang dikenal dengan mussaendopsis beccariana, ficus sp, myristica sp, pterospermum, canangium odoratum, arenga pinatta, arenga sp, dan lain-lain. Vegetasi pada hutan hujan dataran rendah ini meliputi kurang dari 10 % dari luas TNLL dan terutama dapat dijumpai pada jalur sempit yang terbentang sepanjang batas utara dan barat pada ketinggian antara 200 sampai 1.000 m komposisi tumbuhan dari zona ini agak beraneka ragam, tidak dijumpai jenis tertentu yang dominan. Ciri vegetasi ini ditandai oleh adanya pohon yang dikenal sebagai Pawa (Rubiaceace), Ntrode (Pterospermun celebicum), Ndolia (Cananga odorata), Ngkera (Horsfieldia sp), Lawedaru (Knema atau Myristica) dan juga Palma saguer (Arenga pinata) dan take (Arenga undulatifolia), Mpire (Caryota sp). Pada umumnya jenis tumbuhan tersebut tidak terdapat pada ketinggian lebih dari 1.000 m .
Jenis tumbuhan lain yang diketemukan dalam zona vegetasi ini adalah Tahiti (Disoxyllum sp), Uru (Elmerillia atau Manglietia), Luluna (Celtis sp), Maro (Garcinia sp), Kaupahi, Dango (Carralia brachiata), Palili (Lithocarpus sp), Nuncu (Ficus sp), Tingaloko (Leea sp), Tea Uru (Artocarpus sp), Huka (Gnetum gnemon), Pangi (Pangium edule), Kau mpangana (Ardisia). Di beberapa tempat juga terdapat Vatica sp (Dipterocarpaceae) Durio zibethinus (durian), Duabanga moluccana (Lekotu) dan Octomeles sumatrana (benoang)
Vegetasi ini bergabung dengan vegetasi sekunder yang tumbuh setelah hutan asli dibuka untuk perladangan dan kemudian ditinggalkan. Komposisi tumbuhan dari vegetasi sekunder ini bervariasi menurut umur serta lokasi tegakan. Secara umum dalam tahun pertama setelah ladang ditinggalkan muncul kemudian rumput-rumput dan jenis tumbuhan yang tak berkayu. Pada tahun kedua atau ketiga, herba penutup ini akan diganti oleh semak belukar yang lebat, yang didominasi oleh walobira (Melastoma malabathricum) dan atau hinduru (Villebrunnea sp). Jenis pohon yang kelak menggantikan semak belukar ini diantaranya wulaya (Trema orientalis), hinanu (Callicapra), kuo (Alphitonia zizyphoides), paili (Lithocarpus). Jenis-jenis ini dapat membentuk suatu tegakan campuran, atau tegakan yang didominasi oleh beberapa jenis saja, tetapi bisa juga masing-masing menguasai areal tertentu untuk membentuk suatu tegakan murni. Sebagai tambahan bahwa tanah terbuka yang dibiarkan sesudah longsor terjadi, mungkin langsung seluruhnya diambil alih oleh (Casuarina sumatrana atau Pigaffeta elata)
Vegetasi di wilayah hutan hujan pegunungan
Hutan hujan pegunungan yang merupakan 90 % dari luas seluruh areal TNLL didominasi jenis vegetasi seperti misalnya castanopsis asgentea, lithocarpus sp. Juga terdapat beberapa jenis yang agak terbatas jumlahnya seperti misalnya podocorpus, elacorpus, adinandra, listea, callohyllun, eucaliptus deglupta dan lain-lain.
Pada vegetasi hutan hujan pegunungan, karena lebih dari 90 % dari TNLL ini berada pada ketinggian di atas 1.000 m (antara 1.000 - 2.600 m), maka bagian terbesar vegetasi yang menutupi Taman Nasional ini adalah hutan hujan pegunungan. Vegetasi di zona ini ditandai oleh adanya dominasi dari jenis pohon tertentu seperti kaha (Castanopsis argentea), palili bohe, palili nete, palili pence (Lithocarpus sp) dan berbagai jenis Syzigium. Jenis lain yang juga terbesar tetapi kurang begitu umum ditemukan adalah jenis-jenis dari Podocarpus, Elaeocarpus, Adinandra, Lasianthus, Cinnamomum, Letsea, Callophylium. Salah satu pohon yang tajuknya terbesar yaitu Aghatis celebica dan Agathis philippinensis biasanya terdapat dalam suatu tegakan atau sebagai individu-individu yang tersebar pada punggung bukit di atas ketinggian 1.500 m, bersama-sama dengan Phyllocladus hypophyllus dan Pandanus sp, Litsea sp. Vegetasi jenis lain yang mendominasi kawasan ini adalah Rhododendron sp (R. malayanum, R.celebicum dan R. Zollingerii), dan Vaccinium sp.
Referensi:
Kinnaird M F, 1997. Sulawesi Utara, Sebuah Panduan Sejarah Alam . Yayasan Pengembangan Wallacea.
Malik, A., Pujaningsih, R.I. and Labiro, E. 2004. Participatory of Wildlife Conservation in Central Sulawesi Indonesia. (A Review on A Case study of Anoa Bubalus spp. as one of endemic endangered animal from Sulawesi, Indonesia). In: Proceeding of The 5th International Symposium-cum-Workshop "The Role of German Alumni in Rural/Regional Development and Entrepreneurship " by SEAG, Royal Agricultural University and the University Consortium Georg-August-University Göttingen, University of Kassel and Philipps University Marburg. Phnom Penh, August 23 - 27, 2004.
Ramadhanil P dan Z. Basri. 2002. Rattan Inventory In The Margin of
Whitmore, T C, I G M Tantra, 1989. Tree Flora of
No comments:
Post a Comment