Anoa sudah ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi sejak tahun 1931 (Law of Protection of Wild Animals 1931, no 134). Penelitian yang dilakukan pada kurun waktu tersebut masih sangat sedikit dan berkisar pada populasi, sebaran serta taksonomi dari satwa endemik Sulawesi ini. Workshop yang diselenggarakan oleh Dirjen PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam) bekerja sama dengan Asian Wild Cattle Specialist Group dan Conservation Breeding Specialist Group pada tanggal 22-26 Juli 1996 di Taman Safari Indonesia, Cisarua, memberikan informasi berkisar pada status populasi dan sistem manajemen yang telah diterapkan, model penangkaran dan penanganan selama berada di dalam penangkaran (tagging, social characteristic, daily behaviours). Berdasarkan informasi dari Direktur Jendral PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) (2005) pada seminar sehari “Peduli Anoa dan Babirusa Indonesia” di Bogor tanggal 20 September 2005, kajian tentang anoa relatif masih sangat terbatas dibandingkan satwa-satwa khas Kalimantan dan Sumatera (Orang utan, Badak, Gajah Sumatra, Harimau).
Fadjar (1973) melaporkan bahwa di tempat penangkarannya di Kebun Binatang Ragunan Jakarta anoa diberi makan rumput, dedaunan dan buah-buahan. Pemberian jenis pakan tersebut berdasarkan informasi dari penduduk asal anoa ditangkap (Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara). Whitten et al. (1987) menginformasikan bahwa anoa mengkonsumsi biji dari tumbuhan Lithocarpus sp, Castanopsis sp dan Leptospermum sp. Para peneliti Jerman yang berkolaborasi dengan peneliti dari Institut Pertanian Bogor dan Universitas Tadulako pada periode tahun 2000-2003 menduga bahwa anoa turut berperan dalam penyebaran spesies tumbuhan tersebut melalui biji yang dimakan tetapi tidak tercerna dan terekskresikan pada proses defekasi anoa.
Penelitian tentang ekologi dan konservasi anoa dataran rendah telah dilakukan oleh Mustari (1996) di Suaka Margasatwa Tanjung Amolengu Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 33 spesies vegetasi yang diduga dikonsumsi oleh anoa di lokasi tersebut. Bagian vegetasi yang diduga dikonsumsi oleh anoa meliputi dedaunan dan batang tanaman muda, buah-buahan masak dan umbi tanaman.
Winenang (1996) menyatakan bahwa belum banyak penelitian yang dilakukan tentang tingkah laku makan dan jenis pakan anoa. Pengamatan langsung yang dilakukan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Sulawesi Utara menginformasikan dugaan bahwa anoa di habitatnya mengkonsumsi dedaunan dari semak-semak muda, sedangkan di tempat penangkaran beradaptasi dengan pakan berupa rerumputan. Kebutuhan nutrisi anoa di Kebun Binatang Ragunan Jakarta diteliti oleh Mustari (1997) dengan metode penghitungan konsumsi pakan.
Analisis komposisi pakan anoa di TNLL Sulawesi Tengah dilakukan oleh Labiro (2001) menggunakan metode pengamatan langsung berdasarkan bekas senggutan, kotoran dan jejak kaki anoa yang terdapat di lokasi vegetasi. Informasi yang diperoleh merekomendasikan bahwa TNLL memiliki potensi cukup besar dalam menyediakan vegetasi pakan untuk anoa. Pada tahun 1992 Foead juga telah mencoba mengidentifikasi jenis pakan alami anoa di Taman Nasional Lore Lindu dengan menggunakan kombinasi pengamatan langsung dan analisis faecal. Tetapi karena terbatasnya referensi sampel epidermis vegetasi maka informasi direkomendasikan sebatas prosentase vegetasi dikotil dan monokotil yang teridentifikasi dikonsumsi oleh anoa.
Mustari (2003b) dalam disertasinya menggunakan metode langsung dan tidak langsung untuk mendapatkan informasi jenis pakan anoa di habitatnya di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa dan Tanjung Amolengu Sulawesi Tenggara. Metode langsung dilakukan melalui pengamatan vegetasi di habitat anoa berdasarkan bekas senggutan, kotoran dan jejak kaki anoa, sedangkan metode tidak langsung dengan menganalisis kotoran anoa untuk mengidentifikasi vegetasi yang telah dikonsumsi oleh satwa tersebut. Identifikasi pakan anoa dengan metode pengamatan langsung di Desa Toro wilayah TNLL Sulawesi Tengah dan identifikasi teknologi pengolahan pakan anoa dilakukan oleh Pujaningsih et al. (2005).
Gambar bentuk kotoran anoa dibandingkan ukuran GPS.
Berdasarkan informasi tentang identifikasi pakan anoa di berbagai daerah di pulau Sulawesi dapat diambil kesimpulan sementara bahwa anoa mengkonsumsi pakan dengan kadar protein rendah, kandungan serat kasar tinggi dan kandungan air yang relatif tinggi. Anoa juga mudah diadaptasikan dengan pakan yang terdapat di sekitar satwa tersebut tinggal (in situ maupun ex situ). Meskipun demikian kontinyuitas kualitas dan kuantitas pakan sangat diperlukan anoa untuk menjamin kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksinya dalam potensinya sebagai satwa budidaya. Didukung oleh informasi yang ada maka penelitian tentang teknologi penyediaan dan pengolahan pakan anoa yang aplikatif perlu dilakukan untuk membantu upaya penyediaan pakan dalam rangka konservasi anoa dan pemanfaatannya sebagai satwa budidaya. Kebutuhan pakan yang tepat dan kontinyu baik kualitas maupun kuantitas bagi anoa akan sangat membantu penampilan fisik dan proses reproduksinya.
5 comments:
tiga huruf : w o w
ktika buka blog ini.
sesuai judul, researches, baginilah mestinya.
kalau bisa bagi bagi gambar yang banyak. he he. permintaan pembaca nih.
makasih commentnya,
gambar yang kayak apa yang diinginkan ?? :-))
seringkali riset dianggap duplikasi karena prosedur publikasi di jurnal yang agak terlalu lama untuk penerbitannya, sehingga pada saat yang bersamaan dilakukan juga riset yang identik.
Harapannya lewat blog semacam ini bisa diakses info secara lebih tepat, sementara akurasinya bisa dikonfirmasikan langsung ke penulisnya... gitu looh...
betul bu ning. saya setuju. publikasi saya juga sudah saya online kan biar nggak ada duplikasi maksudnya.. kalau bu ning search lewat google dg keyword susu kambing prengus, ketemu deh dengan saya.
selamat terus berkarya.
gambar yang saya inginkan adalah gambar bu ning dengan pose di hutan. he he.. bercanda, tapi kalau ada, baik juga.
oya, saya juga sudah link dengan milkordie.blogspot.com
banyak info yang baru untuk saya.
BTW, boro-boro sempat foto-foto di hutan, wong atur nafas aja setengah mate...hehehe...
untuk jarak tempuh 2 km dengan kemiringan 45 derajat, entah berapa belas kali kepleset aku iki...
hi hi.. bu ning jadi langsing alamiah kali yaa..
----
btw, nggak pas banget lhoo.. mosok eek anoa bandingannya dg GPS.. wah.. nggak sepadan.. mestinya bandingannya adalah eek sapi, eek kebo.. hmm tapi repot juga nyari eek eek tersebut di hutan ya.. hi hi..
makasih atas perkenan link nya.. di blog ini
Post a Comment